ENTAHLAH

Ah, sudah bulan November?
Sepertinya aku akan mengawali bulan ini dengan cerita konyolku. Kau boleh sebut ini konyol, karena memang begitu adanya.
Kau tahu aku sempat bercerita tentang seorang laki-laki dengan senyum manisnya, ia menyihir aku menjadi jatuh cinta?
Maka, kali ini aku akan ceritakan bagian paling dramatis. Menurutku ini dramatis, silakan nilai semaumu.
Percayalah, sudah kodratnya, setiap hubungan pasti awalnya tampak menyenangkan bukan? Bisa berbagi cerita tentang kegiatan sekolahmu, atau tentang isi bekal makan siangmu, sampai pakaian warna apa yang kau pakai ketika kencan nanti. Aku pun begitu, aku senang berbagi cerita bagaimana aku mencoret-coret kertas ulanganku dengan gambar-gambar bodoh. Tak terkecuali kamu, kamu senang memamerkan sepasang sepatu futsalmu.
"Aku main bola ya, week! Jangan kangen kamu tuh!"
Sialnya, aku tak bisa melarang hobimu bukan? Tapi aku khawatir! Gerutuku dalam hati karena merajuk masih ingin saling berbalasan pesan. Justru semakin lama aku terbiasa, tentang waktumu yang kau bagi dengan jadwal latihan. Sebagai seorang teman spesial yang pengertian ( hahaha maaf ), aku hanya bisa menunggumu dari balik ponsel. Menunggumu pulang, selesai mandi dan membalas pesan singkatku yang pada akhirnya kau tinggalkan karena terlelap. Menyebalkan!
Aku senang ketika kau sudah menjadwalkan waktu-waktu kita untuk berteleponan, aku selalu bersemangat untuk mendengar suaramu. Ketahuilah, hubungan jarak jauh membuat aku belajar menghargai setiap detik waktu yang kulalui. Jum'at malam menjadi hari milik kita berdua, tidak boleh ada yang menganggu, baterai ponsel juga harus terisi penuh.
"Fc yuk?" katamu dari pesan singkatmu
"Heeh, aku call ya?" andai saja kau bisa melihat ekspresi wajahku!
Dan ketika suaramu menjenguk kerinduanku, aku tak bisa berhenti tersenyum. Barisan kalimat candamu membuat aku membuang jauh-jauh rasa kantukku. Aku ingin berlama-lama bicara denganmu. Sampai telingaku panas. Sampai bateraiku habis. Sampai kau terlelap.
Hari berganti bulan, aku tidak bisa melawan bukan?
Setiap hubungan punya bumbunya masing-masing. Konon katanya 'berantem tuh bumbu pacaran'.
Rupanya, bumbu-bumbu itu masuk kedalam hubunganku ini. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba kamu mengurangi frekuensi kita bicara. Kamu melewatkan dua pekan tanpa menelepon. Sebagai wanita, aku menilai sikapmu ini sebagai perubahan. Dan aku gak terima.
Aku marah dan mulai menyalahkan diriku sendiri, aku takut kamu pergi.
Tapi tampaknya kamu bahkan tidak menyadari, betapa sakitnya hatiku ketika kau tidak menyapaku hari itu. Berhari-hari kau buat aku keliru tentang hubungan kita. Sebenarnya kita ini sedang mempertahankan hubungan atau menunda perpisahan sih?
Aku tak kuasa menahan diriku yang lelah menangis, lalu tercetuslah ide konyol ini. Seperti yang diawal kukatakan, kisah ini akan berubah jadi konyol,.
Aku memutuskan mengasingkan diriku, pergi, jauh.
Aku menyiapkan ranselku, dengan uang yang sengaja kubawa pas-pasan dan satu bar permen karet.
Aku keluar kamarku dengan sepasang sepatu kets kesukaanku, sambil memakainya diruang tamu mama menghampiri aku tampak kebingungan,
"Mau kemana de?"
Ah sial! Aku sudah tahu pertanyaan seperti ini pasti terlontar dimulut mama, aku sangat kacau, aku hanya bisa menatap mama dingin.
"Ke Bogor, bertiga sama teman."
"Bahaya de!"
Memang bahaya, dan aku jujur berangkat sendirian, tanpa teman. Mau diapakan lagi? Aku sudah terlanjur kacau, tak mau berlama-lama dirumah aku segera pamit disertai air mataku yang mulai menetes seiring badanku berjalan membuka gerbang rumah. Tanpa menoleh sedikitpun kearah mama, ambil membelakangin aku berpamitan.
"Gak pulang malam, udah ya aku pergi gak usah diantar."
Singkatnya begitu.
Aku mengantarkan diriku ke Stasiun terdekat, dengan perasaanku yang campur aduk aku langsung memilih Stasiun Bogor sebagai tuuanku. Dengan ingatanku yang samar-samar aku nekat berangkat sendirian ke Bogor. Berharap luka dihatiku lenyap setelah menghilangkan diri dari Jakarta.
Aneh bukan? Aku sendiri tidak mengerti. Memilih kota hujan sebagai tempat bersembunyi, dari realita yang mengoyakkan aku menjadi lemah.
Ditengah hiruk pikuk kota hujan, aku menikmati segelas iced chocolate disebuah kedai kopi. Terasa pahit. Sangat pahit untuk orang yang baru patah hati.
Entahlah.
.
.
.



bersambung.

Komentar

Postingan Populer