BELUM KU BERI JUDUL

Oh hei! Tak terasa sudah lama aku tidak menyapa halaman ini, nampaknya sudah berdebu? Hari ini aku akan membawa kalian menjelajahi hidupku belakangan ini. Sebelumnya aku ingin memberitahu, bahwa aku percaya dengan teori dimana dalam hidup akan ada seseorang yang membuatmu tidak berhenti menulis.
Tepat sekali, kali ini ketikan jemariku mengisahkan tentang seseorang. Tanpa basa-basi yang lebih lama, mari kuperkenalkan kau kepadanya.
Aku mengenalnya tahun lalu, maksudku aku hanya sebatas tahu. Kami bertemu dalam satu turnamen futsal yang sama, namun rupanya pertemuan pertama kita hanya sebatas itu. Kamu sudah ada yang punya saat itu, aku juga tidak tertarik kepadamu. Tapi rupanya, hidup memang dipenuhi dengan inkonsistensi. Semuanya bisa berubah secepat itu.
Kita dipertemukan lagi setahun kemudian, dipenghujung Agustus. Kamu sudah banyak berubah, kamu bertambah tinggi, namun senyummu masih terasa sama. Sesekali aku menatapmu dari samping bench, aku bicara pada diriku.
"Kali ini ga salah."
Aku tanpa sadar memberanikan diriku untuk mengikutimu di laman Instagram, dengan cepat kamu merespon. Hampir saja aku lupa, kami kembali bertemu lagi-lagi di lapangan futsal. Kali ini berbeda, sepertinya aku bisa merasakan detak jantungku berdegup tidak berirama. Kepiawaian mu mengontrol bola membuat aku duduk terbisu, aku hanya bisa menikmati kakimu yang panjang dari pinggir lapangan.
Posisi anchor, nomor punggung tujuh, jersey berwarna Jingga. Ah, sial! Jangan tersenyum! Barisan gigimu yang rapih membuat aku salah tingkah! Perasaanku semakin tak karuan, melihatmu menyatu dengan bola membuat aku semakin yakin.
"Gua yakin lu orangnya."
Kurang lebih jam setengah 7 malam, setelah semua selesai dengan urusan lapangannya, kami harus pulang. Laki-laki itu masih berada di toilet ketika aku hendak pulang, aku terkejut namun aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. ketika ia dengan berani menyodorkan ponselnya kepadaku,
"Minta ID Line, boleh?" Senyumnya hangat, senada dengan hidung mancung nya.
Jujur aku terlalu canggung, namun aku menghargai kepribadiannya.
Mari kita masuk kebagian menariknya.
Tanpa dia perlu tahu, aku menulis untuknya.
Mungkin aku terlalu egois untuk segera menangkap sinyal ini sebagai perasaan yang serius, atau apakah aku sudah salah langkah membuat kita sama-sama terjatuh dijurang yang dinamakan perbedaan?
Mungkin terlalu cepat, tapi aku bisa jamin kamu adalah orang yang membawa semangat baru bagiku setelah sekian lama runtuh. Kamu perkenalkan aku dengan kebiasaan unikmu yang mungkin bagiku tabu. Kamu menghargai setiap alasanku, bahkan kamu mengajarkan aku untuk bangun pagi. Duh!
Laki-laki bernomor punggung tujuh, jujur aku keliru.
Bagaimana perasaanmu terhadapku setelah waktu yang tidurku yang kusisihkan untuk menemanimu nonton pertandingan MU.
Laki-laki bernomor punggung tujuh, kumohon ingatkan aku.
Jangan aku jatuh atau terlalu menyayangimu, walau aku sendiri pun tahu hati siapa yang bisa berontak kala jatuh cinta?
Aku tidak bisa menyalahkan takdir kita dipertemukan dalam jalan yang tak sama, perbedaan prinsip justru membuat aku semakin penasaran tentang hidupmu. Kita mendobrak asa, melawan perbedaan, agar bisa bersama.
Namun aku terlalu takut pada Sang Maha Kuasa, apakah boleh aku mencintai hamba-Nya yang bukan Tuhanku? Apakah boleh aku mencintai kamu sebegitunya?
Laki-laki bernomor punggung tujuh, ijinkan aku untuk mengenggam tanganmu lebih lama lagi.
Ijinkan aku untuk menemani dirimu untuk sekedar mengingatkan kamu tentang Sholatmu, sebagaimana kamu yang tidak lupa mengingatkan aku untuk bacaan Alkitabku.
Laki-laki bernomor punggung tujuh, bukan denganku kau harus berkompromi.
Bawa aku dalam doamu, seperti aku membawa kamu dalam setiap kalimat permohonanku. Niscaya kita akan bertemu pada amin yang sama.
Laki-laki bernomor punggung tujuh, aku tidak akan pernah menyalahkan Tuhan.
Aku mencintaimu biarlah itu jadi urusanku.
Kau hanya perlu membalasnya.



September, 2017.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer